Syaikh
Muhammad ibnu Shalih Al Utsaimin rahimahullahu
Sahkah wudhu wanita yang di kukunya terdapat kuteks?
Jawab: Fadhilatusy Syaikh Muhammad ibnu Shalih Al Utsaimin rahimahullahu menjawab, “Kuteks yang dipakai oleh wanita di kukunya memiliki lapisan/cat yang menempel, sehingga tidak boleh dipakai bila hendak shalat karena menghalangi sampainya air ke bagian jarinya dalam wudhu. Segala sesuatu yang mencegah sampainya air ke anggota wudhu tidak boleh dipakai oleh orang yang berwudhu atau orang yang mandi wajib.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,
“…Maka cucilah wajah-wajah kalian dan tangan-tangan kalian.” (Al Maidah:6)
“…Maka cucilah wajah-wajah kalian dan tangan-tangan kalian.” (Al Maidah:6)
@ Kuteks yang
dipakai oleh seorang wanita pada kukunya akan menghalangi air mengenai
kuku/jarinya sehingga tidak bisa dikatakan ia telah mencuci tangannya. Dengan
begitu ia telah meninggalkan suatu kewajiban dari kewajiban-kewajiban wudhu
atau mandi.
@ Adapun
wanita yang sedang tidak shalat karena haid tidak mengapa memakai kuteks ini.
Hanya saja memakai kuteks termasuk kekhususan wanita-wanita kafir. Karena
alasan ini maka tidak boleh memakainya, agar tidak jatuh dalam perbuatan tasyabbuh
(menyerupai) dengan orang-orang kafir.
@ Aku pernah
mendengar sebagian orang berfatwa bahwa memakai kuteks bisa dikiaskan dengan
memakai khuf (sementara ada pensyariatan mengusap di atas khuf dan ada
ketentuan waktunya), dengan begitu seorang wanita boleh memakainya sehari
semalan bila ia sedang tidak safar/bepergian dan tiga hari tiga malam bila ia
musafir.
@ Namun ini fatwa yang salah. Karena tidak setiap yang menutupi tubuh seseorang disamakan dengan memakai khuf. Kalau khuf dibolehkan oleh syariat untuk mengusapnya karena umumnya ada kebutuhan. Kedua telapak kaki ini butuh dihangatkan dan butuh ditutup karena keduanya bersentuhan dengan tanah, kerikil, rasa dingin, dan selainnya, maka syariat ini pun mengkhususkan pengusapan di atas keduanya.
@ Namun ini fatwa yang salah. Karena tidak setiap yang menutupi tubuh seseorang disamakan dengan memakai khuf. Kalau khuf dibolehkan oleh syariat untuk mengusapnya karena umumnya ada kebutuhan. Kedua telapak kaki ini butuh dihangatkan dan butuh ditutup karena keduanya bersentuhan dengan tanah, kerikil, rasa dingin, dan selainnya, maka syariat ini pun mengkhususkan pengusapan di atas keduanya.
@ Terkadang
mereka juga mengkiaskan dengan sorban dan ini pun tidak benar. Karena sorban
itu tempatnya di kepala, sementara kepala dari asalnya memang diringankan.
Kepala hanya wajib diusap dalam amalan wudhu, beda halnya dengan tangan, kedua
tangan harus dicuci. Karena itulah, Nabi Shallallahu ‘alaihi wasallam tidak
memperkenankan wanita mengusap kaos tangannya ketika wudhu, padahal kaos tangan
tersebut menutupi tangannya. Ini menunjukkan tidak bolehnya seseorang
mengkiaskan segala penghalang/penutup yang menghalangi sampainya air ke anggota
wudhu dengan sorban dan khuf.
@ Yang wajib
dilakukan oleh seorang muslim adalah mencurahkan segala kesungguhan dan
upayanya untuk mengetahui al haq serta janganlah berfatwa melainkan dalam
keadaan ia menyadari bahwa Allah Subhanahu wa Ta’ala kelak akan
menanyakan kepadanya tentang fatwa tersebut (meminta pertanggungjawabannya),
karena ia memberikan penggambaran tentang syariat Allah Subhanahu wa Ta’ala.
@ Allah Subhanahu wa Ta’ala lah yang memberi taufik, yang membimbing kepada ash-shirath al- mustaqim. (Majmu’ Fatawa wa Rasa’il Fadhilatusy Syaikh, 11/148-149)
@ Allah Subhanahu wa Ta’ala lah yang memberi taufik, yang membimbing kepada ash-shirath al- mustaqim. (Majmu’ Fatawa wa Rasa’il Fadhilatusy Syaikh, 11/148-149)
Sumber: Asy
Syariah No. 49/V/1430 H/2009, Katagori: Fatawa Al Mar’ah Al Muslimah, Halaman
89 s.d. 90
Tidak ada komentar:
Posting Komentar