Halaman

Sabtu, 08 Juni 2013

Ibadah Muamalah bagi Perempuan Haid

Bismillaah...

Muamalah yaitu interaksi atau hubungan timbal balik.

Manusia melakukan hubungan timbal balik dengan empat pihak : 

1.Dengan Allah

2.Sesama manusia 

3.Lingkungan

4.Dirinya sendiri

Semakin baik dan harmonis hubungan itu, semakin baik pula keberagamaan seseorang. Hal ini sejalan dengan sabda Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam “Ad-din al-muamalah (Keberagamaan adalah muamalah)”.

Beberapa ibadah muamalah yang bisa dilakukan oleh seorang perempuan yang tengah haid, diantaranya :


1.Berbakti kepada Kedua Orangtua (Birrul Walidain)

Allah telah mengingatkan kepada anak supaya berlaku baik terhadap orangtua. Dia mengaitkan hal itu dengan mengesakan Allah dan larangan menyekutukan-Nya.

Ketaatan kepada Allah ditandai dengan ketaatan kepada kedua orangtua.

 Karena Nabi bersabda, “Ridha Allah diperoleh melalui ridha orangtua, dan kemurkaan Allah ada dalam kemurkaan orangtua” (HR At-Tirmidzi dari Ibn ‘Amr ibn Al-‘Ash)
 Birrul Walidain ini didahulukan daripada jihad. Abu Sa’id Al-Khudri berkata bahwa seorang lelaki dari penduduk Yaman berhijrah ke Madinah. Nabi shollallahu ‘alaihi wa sallam bertanya kepadanya, “Apakah engkau mempunyai seorang saudara di Yaman?”. Ia menjawab, “Kedua orangtua saya.” Beliau bersabda, “Mereka mengizinkanmu?”. Ia menjawab, “Tidak.” Maka beliau bersabda, “Pulanglah dan mintalah izin kepada mereka. Kalau mereka  mengizinkanmu, berjihadlah. Tetapi kalau tidak, taatilah mereka


Berbuat baik kepada orangtua tetap wajib dilakukan  meskipun kedua orangtua kita kafir. Allah berfirman dalam surah Luqman ayat 15 artinya :

Dan jika keduanya memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu, maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik, dan ikutilah jalan orang yang kembali kepada-Ku, kemudian hanya kepada-Kulah kembalimu, maka Kuberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan. 


2.Mengurus Rumah Tangga 

Perempuan meskipun berstatus sebagai wanita karier, tidak semestinya melupakan kodratnya sebagai ibu runah tangga. Firman Allah dalam surah Al-Ahzab ayat 33 artinya: dan hendaklah kamu tetap di rumahmu.....  Maksudnya: Isteri-isteri Rasul agar tetap di rumah dan ke luar rumah bila ada keperluan yang dibenarkan oleh syara'. Perintah ini juga meliputi segenap mukminat.
Peran seorang istri sebagai ibu rumah tangga yaitu menjadikan rumah sebagai sakan (tempat menenangkan dan menentramkan seluruh anggotanya).

Sebagai ibu, seorang istri adalah pendidik pertama dan utama bagi anak-anaknya, khususnya pada masa balita.

Mengurus rumah tangga merupakan takdir yang tidak semestinya dilupakan oleh seorang perempuan, meski ia berstatus wanita karier sekalipun. Sebab, seiring perkembangan zaman, banyak perempuan mulai melupakan hal ini. Jangan menduga bahwa Allah tidak memberikan ganjaran kepada perempuan yang mengurus rumah tangga.


3. Melayani Suami

Allah telah mewajibkan istri untuk menaati suami dalam segala hal, selama tidak terdapat pelanggaran ajaran agama dan kemaksiatan kepada Allah.

Rasulullah bersabda, “Tidak ada ketaatan kepada seorang makhluk untuk bermaksiat kepada Sang Khaliq”

Aisyah rodhiyallohu ‘anha berkata, “Aku bertanya kepada Rasulullah, ‘Siapakah yang paling besar haknya atas seorang perempuan?’ Beliau bersabda, ‘Suaminya’. Aku berkata, ‘Lalu, siapakah yang paling besar haknya atas lelaki?’. Beliau menjawab, ‘Ibunya’ (HR Abu Daud)

Abu Hurairah rodhiyallohu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, “Jika perempuan melaksanakan shalat lima waktu, menjaga kemaluannya, dan mematuhi suaminya, ia akan masuk surga dari pintu mana saja yang ia kehendaki” (HR Ibn Hibban).

Syariat Islam memerintahkan agar seorang istri memelihara amanah, diantaranya menjaga perasaan suami dengan cara tidak memasukkan laki-laki yang bukan mahramnya ke rumah ketika sang suami tidak ada, apapun motivasinya.


4.Bekerja 

Khusus untuk perempuan yang berstatus istri, ia harus mendapat izin terlebih dahulu suaminya. Seandainya ia bekerja tanpa izin suaminya, kewajiban suami untuk memberi nafkah dapat gugur.

Bekerja dengan niat menjemput rezeqi Allah, niscaya pekerjaan tersebut memiliki nilai ibadah di sisi Allah. Bagi perempuan yang tidak bekerja, dapat mengurus rumah tangga sebagai bentuk ibadah kepada Allah.


5.Shodaqoh

Abdul Aziz ibn Umair berkata, "Shalat mengantarkanmu menuju setengah perjalanan, puasa mengantarkanmu pada pintu kerajaan, dan sedekah memasukanmu ke dalamnya".

Ibn Rajab Al-Hanbali membagi sedekah yang sifatnya nonmateri menjadi dua :

Pertama, sesuatu kebaikan yang berpengaruh kepada orang lain.

Seperti mengajarkan ilmu yang bermanfaat, mengajarkan bacaan Al-Qur'an, menyelesaikan masalah yang mengganggu masyarakat.

Kedua, sedekah yang manfaatnya terbatas pada pelakunya. Misalnya, dzikir, berjalan ke masjid.

kepada mereka yang telah bersedekah, khususnya sedekah materi, Al-Qur'an mengingatkan dalam surah Al-Baqarah ayat 264 yaitu :
 
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu menghilangkan (pahala) sedekahmu dengan menyebut-nyebutnya dan menyakiti (perasaan si penerima), seperti orang yang menafkahkan hartanya karena riya kepada manusia dan dia tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian. Maka perumpamaan orang itu seperti batu licin yang di atasnya ada tanah, kemudian batu itu ditimpa hujan lebat, lalu menjadilah dia bersih (tidak bertanah). Mereka tidak menguasai sesuatupun dari apa yang mereka usahakan; dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang kafir.

6.Mengkaji Ilmu Agama

Ayat-ayat Al-Qur'an dan hadis Nabi banyak yang berbicara tentang kewajiban menuntut ilmu, baik kewajiban tersebut ditujukan kepada laki-laki maupun perempuan.

Firman Allah dalam surah Az-Zumar ayat 9 

.....Katakanlah: "Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?".....

Rasulullah bersabda, "Menuntut ilmu adalah kewajiban setiap Muslim dan Muslimah" (HR Thabrani).
7.Menghormati Tetangga

Secara fisik, keberadaan tetangga merupakan yang terdekat setelah keluarga.

Berlaku baik kepada tetangga menjadi salah satu tolak ukur keimanan kepada Allah dan Hari Akhir. Nabi bersabda "Barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia memuliakan tetangganya" (HR Al-Bukhari dan Muslim).


8.Menghormati Tamu

Dalam hadis, "Barang siapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir, hendaklah ia memuliakan tamunya"  
 (HR Al-Bukhari dan Muslim).


9.Amar Ma'ruf Nahi Munkar

Firman Allah dalam surah Ali-Imran ayat 104 :
 Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar; merekalah orang-orang yang beruntung.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar